Sabtu, 31 Mei 2014
Entahlah,, yang aku rasakan hanya
rasa sakit yang menghuncam di jiwa. Entah apa yang terjadi, mungkin karena aku
semakin dewasa hingga yang aku rasakan seolah-olah aku adalah tulang punggung
keluarga. Kondisi ketika yang berada dirumah hanya aku, sedang kakak-kakakku
sudah menikah. Ketika bapak sakit rasanya harusnya aku yang bertanggungjawab,
ketika ibu sakit, harusnya aku yang mencarikan obat. Mereka sudah cukup tua
untuk itu semua, harusnya aku sudah bisajadi tulang punggung mereka dalam hal
ekonomi. Tapi yang terjadi apa? Aku sama sekali tak bisa memenuhi itu, bahkan
aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak punya cukup uang untuk itu, untuk uang
bensin saja aku sudah pinjam uang sekolah. Banyak sekali masalah rasanya, entah
apa.............. tapi aku hanya ingin lari dari semua ini....... harusnya
memang aku tidak lari dari masalah, tapi ini sungguh sakit sekali,,,
sakiiiiiiiiiiiit.
Kondisi ketika motor yang kupakai
bukan punyaku, bukan sesuatu yang diberikanorangtuaku... melainkan dari orang
lain yang sebenarnya berniat baik tapi kenyataannya hanya membuat beban hidupku
semakin berat. Iya kalau motor itu enak dipakai, tapi kenyataannya motor itu
sangat menyebalkan, membuat tubuhku sakit pegal-pegal jika aku menaikinya. Dan
itu hanya beban, membuatku merasa berhutang dan harus membayarnya...
Laptop. Ini juga dari beliau.
Lagi-lagi ia berniat baik, tapi ia sungguh tidak memikirkan perasaanku atas apa
yang telah beliau lakukan, mungkin beliau pikir dengan fasilitas-harta yang
beliau berikan akan membuatku bahagia dan bisa menjalani hidup dengan ringan...
tidak ! sama sekali tidak!!!
Ini semua hanya membuatku semakin
sakit, sakit, sakit.
Aku memang bukan berasal dari
orang yang mampu, dengan rumah yang bersih dan rapi, atau mungkin rumah yang
terutup rapat. Tapi lagi-lagi masih ada orang yang lebih sulit dari aku. Tapi
aku merasa seolah-olah aku adalah orang paling menderita di dunia.
Entahlah apa yang terjadi
padaku... masalah yang datang kini tak membuatku semakin dekat dengan Sang
Pemegang Hidup. Yang terjadi justru membuatku semakin jauh darinya. Apalagi
fakta politik yang aku temui langsungpada ppartai yang tadinya aku puji-puji
tapi tak ada bedanya dengan partai lain. Kondisi ketika aku berada di
lingkunyan tarbiyah tapi ternyata banyak dari meraka yang terbiasa menyakiti
hati saudaranya, terbiasa menyalahkan saudarannya. Ini semakin membuatku
muak............
Kondisi ketika aku bekerja pada
sebuah lembaga milik jamaah, tapi disanaaku lebih sering menangis, karena
kata-kata mereka yang mungkin mereka tidak sadar telah membuat sakit hatiku...
membuatku ragu pada mereka...
Aku berusaha keras setiap harinya
agar bisa menyelesaikan tugasku dengan baik, dan tepat waktu. Tapi mereka tak
pernah melihat kerja kerasku. Setiap pekerjaan yang sukses aku kerjakan tak pernah
mendapat apresiasi dari mereka, tapi sebaliknya sedikit saja ada tugas yang tak
sempurna sudah pasti hujatan dan seribu hujatan aku dapat, dan sudah pasti aku
dapatkan air mata mengalir disana. Ini yang membuatku benci dan semakin benci.
Dan disana aku tak mendapat
imbalan yang layak atas kerjaku,usaha kerasku ketika dihargai layak tapi aku
justru mendapati semua orang berbuat tak layak padaku, bahkan sering kali aku
tak mendapati senyuman, yang aku dapati hanyalah kata-kata dingin yang keluar
dari mulut mereka.... dan kini ketika semua kembali normal, justru
tidakcukupppp... bahkan untuk bensin saja tak cukkup...
Aku tahu apa yang terjadi padaku
adalah sebuah kefuturan, aku tidak mau futur ini akhirnya membuatku menjadi
munafik, aku ingin kembali pada Allah. Aku tak lagi percaya pada teman-teman
dan ustadzahku atas masalahku, hingga aku tak lagi kuasa untuk berbagi masalah
pada mereka,, entahlah kepercayaanku pada mereka kini telah pudar. Aku hanya
bisa menyimpan rasa sakit ini sendiri. Tanpa tahu apa yang harus aku lakukan.
Aku hanya diam dan hanyut pada derasnnya aliran arus ini. Tanpa tahu akankah
aku menjumpai pantai di ujung sana..
Entahlah apa ini wujud kepasrahan
atau justru wujud keputusasaan. Mungkin lebih cocok disebut putus asa...
Lantas kenapa aku tidak kembali
pada Allah saja? Berbagi duka pada Sang Pembuat Duka... entahlah. Aku juga
tidak tahu kenapa aku tak melakukannya, seusai sholat lidahku terasa kelu untuk
berkeluh kesah, aku seolah malu padaNya, Dia maha tahu atas apa yang terjadi
padaku, lalu aku harus menceritakan dengan bahasa apa? Aku malu untuk
menceritakan semuanya. Rasanya terlalu banyak yang akan aku bagi denganNya.
Akhirnya aku hanya menyimpannya
sendiri dalam diam, lagi-lagi dalam diam.
Aku tidak tahu apa yang harus aku
lakukan, apa aku harus bertahan di tempat kerjaku, atau aku sudahi saja
semuanya. Tapi jika aku sudahi aku lantas harus pergi kemana? Harus kerja
dimana? Apakah ada jaminan jika aku keluar nanti itu akan membuatku lebih baik?
Apa ada jaminan dengan cara ini aku akan meringankan beban orang tuaku?
Aku tidak tahu. Sekali lagi aku
tidak tahu!!!!!!!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar