Jumat, 19 Desember 2014

MENGUAK MISTERI KEANEHAN MBOK SUP



Mbok sup, begitu panggilan akrabku pada beliau. Wanita paruh baya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani. Ia adalah wanita yang luar biasa, pekerja keras dan penyanyang. Hatinya lembut dan mudah tersentuh, ia lebih sering mengutamakan orang lain dari pada memenuhi kebutuhannya. Suatu hal yang jarang ku temui, seseorang yang berada di tengah keterbatasan tetap mengusahakan untuk membantu orang lain.
Tapi akhir-akhir ini ada yang berbeda dengan Bu Lekku yang satu ini, aku seakan tak mengenalnya. Lebih tepatnya, ia yang sama sekali tak mengenalku. Sepulang kuliah suasana berbeda yang kurasakan di rumah.  Hatiku bertanya-tanya, apa yang terjadi. Tapi tak ada jawaban yang kuharapkan dapat memperjelas misteri yang menambah kebingungku.
Alhamdulillah, rasa damai memenuhi hati ini ketika dapat ku cium tangan ibu dan bapakku. Satu bulan terakhir ini aku memang tak pulang, banyaknya kegiatan di kampus dan tugas kuliah yang numpuk membuatku harus melalui satu bulan ini di kost-kostan, dan tak berjumpa dengan kedua motivatorku,, ibu dan bapak. Mengobati kerinduanku pada mereka dengan sejuta aktivitas di kampus. Tak terasa satu bulan ini kulalui hari-hariku penuh sesak kerinduan pada malaikat yang tak pernah lelah memberikan kasih sayangnya padaku. Biarpun hanya dua hari di rumah, tapi minimal akan mengobati sesaknya dada ini menahan tangis kerinduan akan petuah-petuah mereka.
***
Tak terasa air mataku menetes, tergambar jelas wajah Bu Lek di mataku.
“Kamu ya jangan terlalu memikirkan Bu Lekmu,” suara ibu membuyarkan lamunanku. Hanya ku balas dengan senyuman kecut.
“Kamu ini sekolah ya sekolah aja yang serius, Tin. Jangan-jangan setelah ibu cerita tentang Bu Lek, ini jadi beban pikiranmu. Sudahlah, gak usah mikirin Bu Lekmu, dia sudah ada yang mikirin.” Ibu panjang lebar menasehatiku. Tapi mana mungkin aku gak mikirin Bu Lek, miris hati ini mendengar semua kenyataan yang hanya ku dengar dari mulut ibu. Hanya mendengar ceritanya saja pikiranku sudah menerawang jauh, membayangkan betapa sedih Bu lekku. Apalagi kalau aku melihat langsung kejadiannya. Ada sedikit rasa syukur di hati ini, karena aku tak menyaksikan langsung peristiwa itu. Mungkin agak kejam, tapi itulah yang bisa ku ambil dari cerita Mbak Sup dari ibuku.
Sehabis menyelesaikan pekerjaan rumah aku dan ibu pergi ke rumah nenek. Bapak berbisik kepadaku, “jangan sampai ibumu ketemu sama Mbok Sup,” ku balas dengan anggukan kepala. Aku sudah tau maksud bapak berbisik seperti itu.
Ceritanya berawal kurang lebih 30 tahun yang lalu, ketika Bu Lekku masih gadis. Ia menjalin hubungan istimewa dengan seorang pria. Bu lek adalah orang yang taat beragama. Ia pintar mengaji, tapi entah setan apa yang merasuki  jiwanya hingga ia mengabaikan ilmu-ilmu agama yang telah ia dapat sejak kecil. Inti permasalahannya ada di kakekku, kakekku tak merestui hubungan bu lek dengan kekasihnya. Akhirnya ia terjerumus dalam jurang perzinaan. Mbok Sup melakukan hubungan yang tak layak dilakukan oleh seseorang yang belum memiliki ikatan suami istri.
Mungkin bagi Bu Lek, hal ini akan meluluhkan hati kakek hingga ia dapatkan kata-kata restu dari orang yang sangat ia hormati. Tapi ternyata ia salah, hal ini justru membuat kakek semakin garang. Kemarahan kakek menjadi-jadi, cacian, hinaan, cemoohan dan segala hal yang buruk-buruk yang keluar dari bibir hitam kakek. Kemarahan yang luar biasa membuat kakek melakukan hal-hal yang kejam pada mbok sup dan kekasihnya. Wajar saja kakek melakukan hal itu, bagaimana seorang ayah tidak marah ketika anaknya melakukan hal yang sangat rendah dan memalukan. Yang mengundang cibiran tetangga yang heboh dengan kejadian ini. Cibiran menjadi makanan sehari-hari mbok sup.
Sedangkan kekasihnya sudah pergi entah kemana, karena tak kuat manghadapi olok-olokan tetangga. Mbok sup menghadapi semua ini sendiri, hingga ia melahirkan anak yang tak diinginkan banyak orang. Saat-saat itulah mbok sup mulai bersikap tidak sewajarnya. Ia lebih suka menyendiri, tak banyak bicara, dan tak mengurus keadaan tubuhnya. Lambat laun ia menjadi orang yang tak waras, melakukan hal-hal yang tak sewajarnya dilakukan seorang manusia normal. Saat itulah ibuku ikut-ikutan stress mendengar cemoohan dari tetangga, melihat parilaku mbok sup yang makin hari makin parah tak wajarnya. Dimana-mana semua orang membicarakan mbok sup, adik kesayangan ibuku.
Akhirnya ibu ikut-ikutan seperti mbok sup. Tapi ibu lebih banyak menyendiri di rumah. Tak seperti bu lek yang terus-terusan membuat kekacauan di luar. Masyarakat makin heboh dengan musibah yang terjadi di keluargaku. Apalagi bulek terus-terusan membuat masalah dengan banyak orang. Keluargaku berusaha keras untuk menyembuhkan ibu dan bu lek dengan berbagai cara. Mulai dari kedokteran hingga orang pintar. Akhirnya setelah menghabiskan banyak tenaga dan uang, Ibu bisa sembuh. Namun berbeda dengan Mbok Sup, Ia mungkin sembuh dari ulahnya yang suka membuat kekacauan di masyarakat, tapi ia tidak sembuh 100 %. Mbok Sup menjadi wanita yang lusuh, kumuh dan tak mau mengurus dirinya sendiri. Apalagi mencuci baju dan membersihkan rumah, mandi saja jarang.
Mbok Sup dijodohkan dengan seorang lelaki pilihan kakek. Lelaki kurus pendek yang kini menjadi Pak Lek ku. Mereka dikaruniai seorang anak lelaki. Sungguh malang nasib Bu Lekku ini, suaminya yang berfisik lemah tidak dapat bekerja sebagai buruh tani secara optimal, pendapatanpun jauh dibawah rata-rata. Akhirnya Mbok Sup harus bekerja sendiri menjadi buruh tani, karena suaminya yang lemah tenaganya tidak pernah dipakai tetangga kecuali oleh kerabat sendiri. 

bersambung.... 
semoga suatu saat bisa melanjutkan 
#kisah Nyata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar