Jumat, 19 Desember 2014

Allah Selalu Penuh Kejutan



Ditulis tahun 2012 ketika sedang mengikuti sebuah pelatihan kepenulisan
Sebuah pengalaman yang luar biasa, saya tak menyangka ternyata usia saya sudah tergolong dewasa, saya sudah menginjak 19 tahun, tak pernah membayangkan sebelumnya kalau saya bisa kuliah. Kalau mengingat-ingat tentang kuliah, pada awalnya saya sudah pesimis, saya meresa saya tidak akan bisa langsung kuliah selepas SMA. Saya sudah membuat planning, saya akan merantau keluar kota untuk mencari kerja selama 1 tahun dengan anggapan penghasilan selama 1 tahun cukup untuk masuk kuliah.
Tapi Allah berkehendak lain, ada teman yang menawarkan untuk mendaftar di STAN bersama, dengan iming-iming STAN yang merupakan PT favorit tanpa ada penarikan biaya pendidikan, saya mati-matian belajar untuk bisa masuk STAN. Berbagai hal saya lakukan, soal-soal ujian masuk STAN yang seabrek menjadi makanan sehari-hari saya. Tapi apadaya bila Allah yang berbicara, saya tidak lulus tes STAN. Tapi untungnya, saya pernah di tawari kepala sekolah saya untuk mengambil beasiswa kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bojonegoro. Akhirnya saya terima tawaran itu. Biarpun juurusan yang ditawarkan PTS di bojonegoro itu sama sekali berlawanan dengan keinginan saya, tapi saya tidak perduli, yang ada di pikiran saya yang penting saya bisa kuliah. Alhamdulillah, ternyata tak sia-sia saya ambil beasiswa itu, itu beasiswa yayasan yang penuh sampai lulus, asalkan bisa tetap berprestasi.
Akuntansi, sangan berlawanan sekali dengan cita-cita saya. Sewaktu kecil saya bercita-cita menjadi dokter, tapi saya tau diri saya tidak mungkin bisa kalau mengingat latar belakang keluarga saya yang hanya petani. Bapak saya petani biasa yang setiap harinya bekerja di sawah, sedangkan ibu, yang biasa saya panggil mak, penjual sayur di pasar. Beliau menanam sendiri di sawah kemudian di jual di pasar. Dari situlah kedua orang saya membiayai hidup saya dan menyekolahkan saya. Biarpun tak jarang mendapat olok-olokkan dari tetangga, “gak mungkin bisa nyekolahkan anak sampai tinggi, wong hanya petani”. Kata-kata itu sungguh menyayat hati, dan kalimat itu yang justru menjadikan saya semangat sampai saat ini. Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga SMA saya menjadi yang terbaik di kelas, peringkat 1 tak pernan ketinggalan, bahkan sampai sakarangpun saya selalu mendapat IPK terbaik di kelas, terakhir di semester 2 IPK saya 3,71. Sampai saat ini hanya itu yang bisa saya berikan untuk kedua orang tua saya.
Pada masa SMA saya ambil program IPA, pelajaran favorit saya adalah pelajaran kimia. Saya punya keinginan untuk bisa melanjuutkan kuliah di fakultas MIPA dengan program kimia. Tapi harapan itu pupus ketika lagi-lagi masalah ekonomi menjadi penghalang ketika saya hendak mendaftar. Tapi itu tak masalah buat saya. Karena saya yakin Allah akan memberi apa yang butuhkan, bukan apa yang saya inginkan.
Saya yakin tidak ada yang sia-sia dari apa yang Allah lakukan. Buktinya sekarang, entah apa yang terjadi pada diri saya pun terkadang tak mengerti. Saya tidak pernah bermimpi tentang semua ini. Saya mengikuti sebuah pelatihan menulis, memang menjadi penulis adalah salah satu impian saya. Tapi tak pernah terlintas di benak untuk mengikuti sekolah menulis ini. Dan tak pernah terbayangkan pula kalau akan ada orang yang secara suka rela membiayai semua keperluan di sekolah menulis tarbawi ini. Biarpun saya kadang tidak yakin dengan apa yang saya lakukan, semua saya pasrahkan pada Allah pasti ada makna di balik semua ini.
Itulah yang sempat menjadi beban saya saat ini. Ada seseorang yang berbaik hati membantu saya, mencarikan pekerjaan, memberikan tempat kost gratis, memberikan fasilitas-fasilitas (seperti laptop dll), dan masih banyak lagi yang tak sanggup saya ucapkan. Bermimpipun saya tidakk pernah kalau saya akan di jadikan anak asuh oleh seorang manager koperasi syariah yang sudah cukup maju dan memiliki beberapa cabang diberbagai daerah, yang sekaligus dosen saya di kampus. Saya takut gagal dan mengecewakan beliau. Beliau melakukan semua ini karena beliau ingin bermanfaat untuk orang lain. Tapi saya takut kalau gagal dan mengecewakannya. Entahlah apa yang akan terjadi nanti setelah ini, semua saya pasrahkan pada Allah Yang Maha berkehendak.
Semua berawal ketika saya mengikuti sebuah pelatihan wirausaha yang bernama PERWIRA BEKI (pesantren wirausaha bina etos kerja islam). Ketika itu saya ambil focus di travel pariwisata. Setelah mengikuti pelatihan itu selama 1 bulan saya bekerja di salah satu biro jasa travel pariwisata di bojonegoro. Berbagai pelajaran saya dapatkan dari situ. Mulai dari menjadi marketing dan keliling seluruh bojonegoro mulai dari kota hingga desa-desa. Hingga menjadi tour leader ketika memberangkatkan rombongan ke jogja. Namun itu tidak berjalan lama, kurang lebih 2 bulan saya sudah tidak aktif lagi kerena suatu hal.
Akhirnya setelah saya kembali nganggur dan tak punya uang transport untuk kuliah kecuali dengan mengandalkan orang tua. Akhirnya saya memutar otak, apa yang harus saya lakukan agar saya tidak selalu merepotkan kedua orang tua yang sudah mulai sakit-sakitan termakan usia? Kemudian saya mulai berjualan buah salak. Saya ambil dari teman saya di bojonegoro dan saya jual di rumah, sambil ke kampus saya kulakan buah, dan saya jual di rumah, kebetulan kakak yang keliling untuk menjualkan. Ketika itu tak ada lagi rasa malu, yang terpenting buat saya halal dan hasilnya cukup untuk uang bensin ke kampus, yang jarak kampus dengan rumah saya kurang lebih 45 km.
Kurang lebih 1,5 bulan saya mencari uang transport dengan berjualan salak. Kemudian kembali terhenti ketika harganya naik. Lalu atas ijin pembimbing saya yang kini menjadi ayah asuh saya, saya magang di cabang koperasi syariah, dengan niatan akan buka cabang di daerah saya. Namun rencana itu kembali tak terlaksana, saya disarakan untuk bekerja di toko milik koperasinya. Sampai pada akhirnya saya mengikuti sekolah menulis dan semua yang terjadi pada diri saya sekarang. Dan saya tidak tau apa yang akan terjadi esok, karena Allah penuh kejutan. 

dan saat ini..... 19 Desember 2014................
Saat ini usia saya hampir 22 tahun,
Melanjutkan kisah saya di atas, saya bekerja di Toko Koperasi Syariah tersebut selama 2 tahun. Selanjutnya saya melamar kerja di sebuah sekolah islam terpadu sebagai admin, alhamdulillah setelah proses seleksi yang panjang akhirnya saya diterima. Saya bekerja di yayasan pendidikan tersebut selama satu tahun. Hingga ada tawaran dari dosen saya agar saya mencari beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 supaya nantinya bisa membantu mengajar di kampus. Tapi untuk mendapatkan beasiswa itu saya harus memiliki skore toefl minimal 500. Akhirnya sambil menunggu wisuda dan keluarnya ijazah saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat saya bekerja dan berangkat ke Pare untuk belajar bahasa inggris. 
Dua bulan saya belajar di Pare. Skore toefl yang tinggi sudah saya dapatkan. Predikat wisudawan terbaikpun sudah berhasil saya raih. Tapi apa mau dikata jika Allah belum berkehendak, ijazah belum keluar sehingga saya tetap tidak bisa melamar beasiswa S2. Sampai pada akhirnya atas informasi lowongan kerja dari dosen, saya melamar ke sebuah PT yang bergerak di bidang travel umroh dan haji untuk posisi accounting. Alhamdulillah saya diterima, dan saya ditempatkan di Surabaya hingga saat ini. Saya berharap suatu saat saya bisa melanjutkan kuliah S2 entah dengan beasiswa atau dengan biaya sendiri dan suatu saat saya bisa ber-umroh atau haji seperti para jamaah yang diberangkatkan PT tempat saya bekerja. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar