Ditulis tahun 2012 ketika sedang mengikuti sebuah pelatihan kepenulisan
Sebuah pengalaman yang luar biasa,
saya tak menyangka ternyata usia saya sudah tergolong dewasa, saya sudah
menginjak 19 tahun, tak pernah membayangkan sebelumnya kalau saya bisa kuliah.
Kalau mengingat-ingat tentang kuliah, pada awalnya saya sudah pesimis, saya
meresa saya tidak akan bisa langsung kuliah selepas SMA. Saya sudah membuat
planning, saya akan merantau keluar kota untuk mencari kerja selama 1 tahun
dengan anggapan penghasilan selama 1 tahun cukup untuk masuk kuliah.
Tapi Allah berkehendak lain, ada
teman yang menawarkan untuk mendaftar di STAN bersama, dengan iming-iming STAN
yang merupakan PT favorit tanpa ada penarikan biaya pendidikan, saya
mati-matian belajar untuk bisa masuk STAN. Berbagai hal saya lakukan, soal-soal
ujian masuk STAN yang seabrek menjadi makanan sehari-hari saya. Tapi apadaya
bila Allah yang berbicara, saya tidak lulus tes STAN. Tapi untungnya, saya
pernah di tawari kepala sekolah saya untuk mengambil beasiswa kuliah di salah
satu perguruan tinggi di Bojonegoro. Akhirnya saya terima tawaran itu. Biarpun
juurusan yang ditawarkan PTS di bojonegoro itu sama sekali berlawanan dengan
keinginan saya, tapi saya tidak perduli, yang ada di pikiran saya yang penting
saya bisa kuliah. Alhamdulillah, ternyata tak sia-sia saya ambil beasiswa itu,
itu beasiswa yayasan yang penuh sampai lulus, asalkan bisa tetap berprestasi.
Akuntansi, sangan berlawanan sekali
dengan cita-cita saya. Sewaktu kecil saya bercita-cita menjadi dokter, tapi
saya tau diri saya tidak mungkin bisa kalau mengingat latar belakang keluarga
saya yang hanya petani. Bapak saya petani biasa yang setiap harinya bekerja di
sawah, sedangkan ibu, yang biasa saya panggil mak, penjual sayur di pasar.
Beliau menanam sendiri di sawah kemudian di jual di pasar. Dari situlah kedua
orang saya membiayai hidup saya dan menyekolahkan saya. Biarpun tak jarang
mendapat olok-olokkan dari tetangga, “gak mungkin bisa nyekolahkan anak sampai
tinggi, wong hanya petani”. Kata-kata itu sungguh menyayat hati, dan kalimat
itu yang justru menjadikan saya semangat sampai saat ini. Sejak duduk di bangku
sekolah dasar hingga SMA saya menjadi yang terbaik di kelas, peringkat 1 tak
pernan ketinggalan, bahkan sampai sakarangpun saya selalu mendapat IPK terbaik
di kelas, terakhir di semester 2 IPK saya 3,71. Sampai saat ini hanya itu yang
bisa saya berikan untuk kedua orang tua saya.
Pada masa SMA saya ambil program
IPA, pelajaran favorit saya adalah pelajaran kimia. Saya punya keinginan untuk
bisa melanjuutkan kuliah di fakultas MIPA dengan program kimia. Tapi harapan
itu pupus ketika lagi-lagi masalah ekonomi menjadi penghalang ketika saya
hendak mendaftar. Tapi itu tak masalah buat saya. Karena saya yakin Allah akan
memberi apa yang butuhkan, bukan apa yang saya inginkan.
Saya yakin tidak ada yang sia-sia
dari apa yang Allah lakukan. Buktinya sekarang, entah apa yang terjadi pada
diri saya pun terkadang tak mengerti. Saya tidak pernah bermimpi tentang semua
ini. Saya mengikuti sebuah pelatihan menulis, memang menjadi penulis adalah
salah satu impian saya. Tapi tak pernah terlintas di benak untuk mengikuti
sekolah menulis ini. Dan tak pernah terbayangkan pula kalau akan ada orang yang
secara suka rela membiayai semua keperluan di sekolah menulis tarbawi ini.
Biarpun saya kadang tidak yakin dengan apa yang saya lakukan, semua saya
pasrahkan pada Allah pasti ada makna di balik semua ini.
Itulah yang sempat menjadi beban
saya saat ini. Ada seseorang yang berbaik hati membantu saya, mencarikan
pekerjaan, memberikan tempat kost gratis, memberikan fasilitas-fasilitas
(seperti laptop dll), dan masih banyak lagi yang tak sanggup saya ucapkan.
Bermimpipun saya tidakk pernah kalau saya akan di jadikan anak asuh oleh
seorang manager koperasi syariah yang sudah cukup maju dan memiliki beberapa
cabang diberbagai daerah, yang sekaligus dosen saya di kampus. Saya takut gagal
dan mengecewakan beliau. Beliau melakukan semua ini karena beliau ingin
bermanfaat untuk orang lain. Tapi saya takut kalau gagal dan mengecewakannya.
Entahlah apa yang akan terjadi nanti setelah ini, semua saya pasrahkan pada
Allah Yang Maha berkehendak.
Semua berawal ketika saya mengikuti
sebuah pelatihan wirausaha yang bernama PERWIRA BEKI (pesantren wirausaha bina
etos kerja islam). Ketika itu saya ambil focus di travel pariwisata. Setelah
mengikuti pelatihan itu selama 1 bulan saya bekerja di salah satu biro jasa
travel pariwisata di bojonegoro. Berbagai pelajaran saya dapatkan dari situ.
Mulai dari menjadi marketing dan keliling seluruh bojonegoro mulai dari kota
hingga desa-desa. Hingga menjadi tour leader ketika memberangkatkan rombongan
ke jogja. Namun itu tidak berjalan lama, kurang lebih 2 bulan saya sudah tidak
aktif lagi kerena suatu hal.
Akhirnya setelah saya kembali
nganggur dan tak punya uang transport untuk kuliah kecuali dengan mengandalkan
orang tua. Akhirnya saya memutar otak, apa yang harus saya lakukan agar saya
tidak selalu merepotkan kedua orang tua yang sudah mulai sakit-sakitan termakan
usia? Kemudian saya mulai berjualan buah salak. Saya ambil dari teman saya di
bojonegoro dan saya jual di rumah, sambil ke kampus saya kulakan buah, dan saya
jual di rumah, kebetulan kakak yang keliling untuk menjualkan. Ketika itu tak
ada lagi rasa malu, yang terpenting buat saya halal dan hasilnya cukup untuk
uang bensin ke kampus, yang jarak kampus dengan rumah saya kurang lebih 45 km.
Kurang lebih 1,5 bulan saya mencari
uang transport dengan berjualan salak. Kemudian kembali terhenti ketika
harganya naik. Lalu atas ijin pembimbing saya yang kini menjadi ayah asuh saya,
saya magang di cabang koperasi syariah, dengan niatan akan buka cabang di
daerah saya. Namun rencana itu kembali tak terlaksana, saya disarakan untuk
bekerja di toko milik koperasinya. Sampai pada akhirnya saya mengikuti sekolah
menulis dan semua yang terjadi pada diri saya sekarang. Dan saya tidak tau apa
yang akan terjadi esok, karena Allah penuh kejutan.
dan saat ini..... 19 Desember 2014................
Saat ini usia saya hampir 22 tahun,
Melanjutkan kisah saya di atas, saya bekerja di Toko Koperasi Syariah tersebut selama 2 tahun. Selanjutnya saya melamar kerja di
sebuah sekolah islam terpadu sebagai admin, alhamdulillah setelah proses
seleksi yang panjang akhirnya saya diterima. Saya bekerja di yayasan pendidikan
tersebut selama satu tahun. Hingga ada tawaran dari dosen saya agar saya
mencari beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 supaya nantinya bisa membantu
mengajar di kampus. Tapi untuk mendapatkan beasiswa itu saya harus memiliki
skore toefl minimal 500. Akhirnya sambil menunggu wisuda dan keluarnya ijazah
saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat saya bekerja dan berangkat
ke Pare untuk belajar bahasa inggris.
Dua bulan saya belajar di Pare. Skore toefl yang
tinggi sudah saya dapatkan. Predikat wisudawan terbaikpun sudah berhasil saya
raih. Tapi apa mau dikata jika Allah belum berkehendak, ijazah belum keluar
sehingga saya tetap tidak bisa melamar beasiswa S2. Sampai pada akhirnya atas
informasi lowongan kerja dari dosen, saya melamar ke sebuah PT yang bergerak di
bidang travel umroh dan haji untuk posisi accounting. Alhamdulillah saya diterima,
dan saya ditempatkan di Surabaya hingga saat ini. Saya berharap suatu saat saya
bisa melanjutkan kuliah S2 entah dengan beasiswa atau dengan biaya sendiri dan
suatu saat saya bisa ber-umroh atau haji seperti para jamaah yang diberangkatkan PT tempat saya bekerja. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar