Mbok sup, begitu
panggilan akrabku pada beliau. Wanita paruh baya yang sehari-hari bekerja
sebagai buruh tani. Ia adalah wanita yang luar biasa, pekerja keras dan
penyanyang. Hatinya lembut dan mudah tersentuh, ia lebih sering mengutamakan
orang lain dari pada memenuhi kebutuhannya. Suatu hal yang jarang ku temui,
seseorang yang berada di
tengah keterbatasan tetap mengusahakan untuk membantu orang lain.
Tapi akhir-akhir ini
ada yang berbeda dengan Bu Lekku yang satu ini, aku seakan tak mengenalnya.
Lebih tepatnya, ia yang sama sekali tak mengenalku. Sepulang kuliah suasana
berbeda yang kurasakan di rumah. Hatiku
bertanya-tanya, apa yang terjadi. Tapi tak ada jawaban yang kuharapkan dapat
memperjelas misteri yang menambah kebingungku.
Alhamdulillah, rasa
damai memenuhi hati ini ketika dapat ku cium tangan ibu dan bapakku. Satu bulan
terakhir ini aku memang tak pulang, banyaknya kegiatan di kampus dan tugas
kuliah yang numpuk membuatku harus melalui satu bulan ini di kost-kostan, dan
tak berjumpa dengan kedua motivatorku,, ibu dan bapak. Mengobati kerinduanku
pada mereka dengan sejuta aktivitas di kampus. Tak terasa satu bulan ini
kulalui hari-hariku penuh sesak kerinduan pada malaikat yang tak pernah lelah
memberikan kasih sayangnya padaku. Biarpun hanya dua hari di rumah, tapi
minimal akan mengobati sesaknya dada ini menahan tangis kerinduan akan
petuah-petuah mereka.
***
Tak terasa air mataku menetes,
tergambar jelas wajah Bu Lek di mataku.
“Kamu ya jangan terlalu
memikirkan Bu Lekmu,” suara ibu membuyarkan lamunanku. Hanya ku balas dengan
senyuman kecut.
“Kamu ini sekolah ya sekolah aja
yang serius, Tin.
Jangan-jangan setelah ibu cerita tentang Bu Lek, ini jadi beban pikiranmu.
Sudahlah, gak usah mikirin Bu Lekmu, dia sudah ada yang mikirin.” Ibu panjang
lebar menasehatiku. Tapi mana mungkin aku gak mikirin Bu Lek, miris hati ini
mendengar semua kenyataan yang hanya ku dengar dari mulut ibu. Hanya mendengar
ceritanya saja pikiranku sudah menerawang jauh, membayangkan betapa sedih Bu
lekku. Apalagi kalau aku melihat langsung kejadiannya. Ada sedikit rasa syukur
di hati ini, karena aku tak menyaksikan langsung peristiwa itu. Mungkin agak
kejam, tapi itulah yang bisa ku ambil dari cerita Mbak Sup dari ibuku.
Sehabis menyelesaikan pekerjaan
rumah aku dan ibu pergi ke rumah nenek. Bapak berbisik kepadaku, “jangan sampai
ibumu ketemu sama Mbok Sup,” ku balas dengan anggukan kepala. Aku sudah tau
maksud bapak berbisik seperti itu.
Ceritanya berawal kurang lebih 30
tahun yang lalu, ketika Bu Lekku masih gadis. Ia menjalin hubungan istimewa
dengan seorang pria. Bu lek adalah orang yang taat beragama. Ia pintar mengaji,
tapi entah setan apa yang merasuki
jiwanya hingga ia mengabaikan ilmu-ilmu agama yang telah ia dapat sejak
kecil. Inti permasalahannya ada di kakekku, kakekku tak merestui hubungan bu
lek dengan kekasihnya. Akhirnya ia terjerumus dalam jurang perzinaan. Mbok Sup
melakukan hubungan yang tak layak dilakukan oleh seseorang yang belum memiliki
ikatan suami istri.
Mungkin bagi Bu Lek, hal ini
akan meluluhkan hati kakek hingga ia dapatkan kata-kata restu dari orang yang
sangat ia hormati. Tapi ternyata ia salah, hal ini justru membuat kakek semakin
garang. Kemarahan kakek menjadi-jadi, cacian, hinaan, cemoohan dan segala hal
yang buruk-buruk yang keluar dari bibir hitam kakek. Kemarahan yang luar biasa
membuat kakek melakukan hal-hal yang kejam pada mbok sup dan kekasihnya. Wajar
saja kakek melakukan hal itu, bagaimana seorang ayah tidak marah ketika anaknya
melakukan hal yang sangat rendah dan memalukan. Yang mengundang cibiran
tetangga yang heboh dengan kejadian ini. Cibiran menjadi makanan sehari-hari
mbok sup.
Sedangkan kekasihnya sudah pergi
entah kemana, karena tak kuat manghadapi olok-olokan tetangga. Mbok sup menghadapi
semua ini sendiri, hingga ia melahirkan anak yang tak diinginkan banyak orang.
Saat-saat itulah mbok sup mulai bersikap tidak sewajarnya. Ia lebih suka
menyendiri, tak banyak bicara, dan tak mengurus keadaan tubuhnya. Lambat laun
ia menjadi orang yang tak waras, melakukan hal-hal yang tak sewajarnya
dilakukan seorang manusia normal. Saat itulah ibuku ikut-ikutan stress
mendengar cemoohan dari tetangga, melihat parilaku mbok sup yang makin hari
makin parah tak wajarnya. Dimana-mana semua orang membicarakan mbok sup, adik
kesayangan ibuku.
Akhirnya ibu ikut-ikutan seperti
mbok sup. Tapi ibu lebih banyak menyendiri di rumah. Tak seperti bu lek yang
terus-terusan membuat kekacauan di luar. Masyarakat makin heboh dengan musibah
yang terjadi di keluargaku. Apalagi bulek terus-terusan membuat masalah dengan
banyak orang. Keluargaku berusaha keras untuk menyembuhkan ibu dan bu lek
dengan berbagai cara. Mulai dari kedokteran hingga orang pintar. Akhirnya
setelah menghabiskan banyak tenaga dan uang, Ibu bisa sembuh. Namun berbeda dengan
Mbok Sup, Ia mungkin sembuh dari ulahnya yang suka membuat kekacauan di
masyarakat, tapi ia tidak sembuh 100 %. Mbok Sup menjadi wanita yang lusuh,
kumuh dan tak mau mengurus dirinya sendiri. Apalagi mencuci baju dan
membersihkan rumah, mandi saja jarang.
Mbok Sup dijodohkan dengan seorang
lelaki pilihan kakek. Lelaki kurus pendek yang kini menjadi Pak Lek ku. Mereka
dikaruniai seorang anak lelaki. Sungguh malang nasib Bu Lekku ini, suaminya
yang berfisik lemah tidak dapat bekerja sebagai buruh tani secara optimal,
pendapatanpun jauh dibawah rata-rata. Akhirnya Mbok Sup harus bekerja sendiri
menjadi buruh tani, karena suaminya yang lemah tenaganya tidak pernah dipakai tetangga
kecuali oleh kerabat sendiri.
bersambung....
semoga suatu saat bisa melanjutkan
#kisah Nyata